Kebanyakan wanita hari ini makin stress. Suami tak bagi perhatian, sibuk dengan hp-nya.
"HP lagi HP lagi. Kok lebih enjoy sama HP dibandingkan sama istri sendiri." tulis seorang teman di salah satu akun medsosnya. Istri mana yang 'rela' dan suka hati saat diduakan meskipun dengan barang?
Bagai buah simalakama, pepatah itu rasanya tepat dengan situasi sekarang, era tehnologi modern, dimana banyak kemudahan hidup dengan semakin majunya tehnologi.
Hampir semua orang memegang gadget (Ponsel, tablet, laptop) dengan fasilitas yang canggih, fitur menawan, 'mengoda' dengan kecepatan internet yang mengagumkan.
Dunia seakan ada di genggaman tangan. Mau urusan bisnis cukup megang ponsel, transfer uang tidak perlu lagi ke ATM, cukup mengandalkan internet banking, urusan kerja juga mudah tak perlu ketemu langsung di kantor bisa terus jalan. Pokoknya semua urusan gampang dilakukan dirumah saja.
Tak heran jika dimanapun berada, rumah, kantor, mobil, kendaraan umum, cafe, rumah makan, bahkan di tempat tongkrongan seperti HIK, 'buk' pinggir jembatan, di lincak kita dengan mudah melihat orang-orang berkumpul sambil sibuk memegang ponsel pintar.
Bagai buah simalakama, kita membutuhkan tehnologi modern dengan kecepatan fasilitas canggih yang gampang mendukung kerja dan komunikasi, tetapi di satu sisi kita jadi kehilangan kebersamaan yang dulu selalu dirasakan saat berkumpul baik di rumah, kantor, saat santai dengan teman atau tetangga.
Sekarang jarang saya melihat saat orang-orang berkumpul masih pada "khusuk' dengan obrolan dan akrab dengan teman ngobrol. yang ada hanya sesekali ngobrol tetapi lebih banyak 'sibuk' dengan jari-jari yang menari di layar android.
Parahnya, di rumah hal itu juga terjadi. Tak jarang satu keluarga terlihat seperti sedang bersama, menikmati kumpul bersama keluarga tetapi sebenarnya tak sedang berbicara satu sama lain, tetapi lebih sibuk dengan androidnya. Secara fisik tubuh berdekatan tetapi hati dan jiwanaya jauh bahkan sangat jauh dan mungkin 'hidup dalam dunianya sendiri'.
"Bu, buat apa duduk santai bersama suami kalau suami asyik di depan ponselnya. Seakan sudah nggak dibutuhkan lagi," gerutu bu Ani (samaran) tanpa menutupi kesedihannya.
"Memang suami sibuk sekali, Bu?" tanya saya mencoba mengorek keterangan.
"Iya. Sudah sibuk di kantor, eh di rumah juga sibuk. Bangun tidur pegang ponsel, mau kerja pegang. Ntar pulang kerja sudah sibuk sama ponsel dan latopnya lagi. Makan saja sambil buka ponsel." Sejurus cerita mengalir terus dari tetangga pojok rumah.
Deg, hehe ternyata nggak hanya saya yang merasa di 'duakan' dengan laptop dan ponsel. Teman hidup saya juga sudah lama asyik dengan barang-barang pintar itu. Hanya saja saya bisa mengkomunikasikan dengan bapaknya anak-anak , tidak hanya dipendam dalam hati.
Mulanya saya juga kesal saat bapaknya anak-anak terlalu sibuk dengan kerjaan dan gadgetnya, tetapi saya terus berinisiatif untuk membicarakannya. Terutama saat tiga tahun yang lalu di rumah memasang wifi. Otomatis internetan menjadi lebih gampang. Saat anak-anak mulai 'ketularan' dengan android. Pembicaraan dengan suami menghasilkan kesepakatan kami bahwa secanggih dan sepenting apapun gadget, tidak mungkin bisa mengantikan posisi keluarga. Meskipun banyak hal penting yang harus di urus dan diselesaikan tetapi waktu untuk keluarga juga menjadi prioritas.
Jadi menurut saya, buat para istri, nggak perlu galau saat kita seperti diduakan dengan sepotong benda yang bernama ponsel, tablet, laptop, dll.
Bicarakan dengan pasangan hidup anda dan buatlah kesepakatan.
Paling tidak ini yang bisa di usulkan,
Pertama, Ponsel nggak bisa mengantikan posisi istri. "Ponsel barang mati, nggak bisa diajak curhat lho , Pa. Memang dibutuhkan, tetapi lebih dibutuhkan mama khan?" Bicarakan dengan sabar, jangan sekali-kali kesal. Suami lebih mudah di rayu dibandingkan dimarahi, hehe.
Kedua, buat kesepakatan waktu dirumah yang dilarang keras asyik dengan gadgetnya. Misalnya saat santai sehabis mandi sore sambil minum teh dan membicarakan anak-anak. Saat makan bersama harus tanpa pegang ponsel, saat mau tidur,dll. Pokoknya buat waktu 'larangan ' bersama ponsel . Kalau bisa yang banyak ya.
Ketiga, carilah tempat untuk meletakkan ponsel di rumah. Ini memudahkan kita untuk melihat apakah ponsel pintar suami anda ada ditempatnya atau tidak. Artinya bisa juga untuk memastikan kesepakatan dilanggar atau tidak. Meskipun tidak boleh suudzon sama suami tetapi boleh kok jaga-jaga kalau-kalau suami diam-diam ngambil ponselnya dan asyik 'dengannya'.
Jadi, jangan lagi biarkan hati anda galau dan wajah anda bermuram durja serta hati menangis pilu ( halah..) saat suami 'lebih memilih' ponsel dibandingkan dengan anda. Ajak bicara pasangan anda dan buatlah kesepakatan. Gampang bukan? Selamat mencoba.
Demikianlah pokok bahasan Artikel ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami Artikel ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari Artikel ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar Artikel ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Bagai buah simalakama, pepatah itu rasanya tepat dengan situasi sekarang, era tehnologi modern, dimana banyak kemudahan hidup dengan semakin majunya tehnologi.
Hampir semua orang memegang gadget (Ponsel, tablet, laptop) dengan fasilitas yang canggih, fitur menawan, 'mengoda' dengan kecepatan internet yang mengagumkan.
Dunia seakan ada di genggaman tangan. Mau urusan bisnis cukup megang ponsel, transfer uang tidak perlu lagi ke ATM, cukup mengandalkan internet banking, urusan kerja juga mudah tak perlu ketemu langsung di kantor bisa terus jalan. Pokoknya semua urusan gampang dilakukan dirumah saja.
Tak heran jika dimanapun berada, rumah, kantor, mobil, kendaraan umum, cafe, rumah makan, bahkan di tempat tongkrongan seperti HIK, 'buk' pinggir jembatan, di lincak kita dengan mudah melihat orang-orang berkumpul sambil sibuk memegang ponsel pintar.
Bagai buah simalakama, kita membutuhkan tehnologi modern dengan kecepatan fasilitas canggih yang gampang mendukung kerja dan komunikasi, tetapi di satu sisi kita jadi kehilangan kebersamaan yang dulu selalu dirasakan saat berkumpul baik di rumah, kantor, saat santai dengan teman atau tetangga.
Sekarang jarang saya melihat saat orang-orang berkumpul masih pada "khusuk' dengan obrolan dan akrab dengan teman ngobrol. yang ada hanya sesekali ngobrol tetapi lebih banyak 'sibuk' dengan jari-jari yang menari di layar android.
Parahnya, di rumah hal itu juga terjadi. Tak jarang satu keluarga terlihat seperti sedang bersama, menikmati kumpul bersama keluarga tetapi sebenarnya tak sedang berbicara satu sama lain, tetapi lebih sibuk dengan androidnya. Secara fisik tubuh berdekatan tetapi hati dan jiwanaya jauh bahkan sangat jauh dan mungkin 'hidup dalam dunianya sendiri'.
"Bu, buat apa duduk santai bersama suami kalau suami asyik di depan ponselnya. Seakan sudah nggak dibutuhkan lagi," gerutu bu Ani (samaran) tanpa menutupi kesedihannya.
"Memang suami sibuk sekali, Bu?" tanya saya mencoba mengorek keterangan.
"Iya. Sudah sibuk di kantor, eh di rumah juga sibuk. Bangun tidur pegang ponsel, mau kerja pegang. Ntar pulang kerja sudah sibuk sama ponsel dan latopnya lagi. Makan saja sambil buka ponsel." Sejurus cerita mengalir terus dari tetangga pojok rumah.
Deg, hehe ternyata nggak hanya saya yang merasa di 'duakan' dengan laptop dan ponsel. Teman hidup saya juga sudah lama asyik dengan barang-barang pintar itu. Hanya saja saya bisa mengkomunikasikan dengan bapaknya anak-anak , tidak hanya dipendam dalam hati.
Mulanya saya juga kesal saat bapaknya anak-anak terlalu sibuk dengan kerjaan dan gadgetnya, tetapi saya terus berinisiatif untuk membicarakannya. Terutama saat tiga tahun yang lalu di rumah memasang wifi. Otomatis internetan menjadi lebih gampang. Saat anak-anak mulai 'ketularan' dengan android. Pembicaraan dengan suami menghasilkan kesepakatan kami bahwa secanggih dan sepenting apapun gadget, tidak mungkin bisa mengantikan posisi keluarga. Meskipun banyak hal penting yang harus di urus dan diselesaikan tetapi waktu untuk keluarga juga menjadi prioritas.
Jadi menurut saya, buat para istri, nggak perlu galau saat kita seperti diduakan dengan sepotong benda yang bernama ponsel, tablet, laptop, dll.
Bicarakan dengan pasangan hidup anda dan buatlah kesepakatan.
Paling tidak ini yang bisa di usulkan,
Pertama, Ponsel nggak bisa mengantikan posisi istri. "Ponsel barang mati, nggak bisa diajak curhat lho , Pa. Memang dibutuhkan, tetapi lebih dibutuhkan mama khan?" Bicarakan dengan sabar, jangan sekali-kali kesal. Suami lebih mudah di rayu dibandingkan dimarahi, hehe.
Kedua, buat kesepakatan waktu dirumah yang dilarang keras asyik dengan gadgetnya. Misalnya saat santai sehabis mandi sore sambil minum teh dan membicarakan anak-anak. Saat makan bersama harus tanpa pegang ponsel, saat mau tidur,dll. Pokoknya buat waktu 'larangan ' bersama ponsel . Kalau bisa yang banyak ya.
Ketiga, carilah tempat untuk meletakkan ponsel di rumah. Ini memudahkan kita untuk melihat apakah ponsel pintar suami anda ada ditempatnya atau tidak. Artinya bisa juga untuk memastikan kesepakatan dilanggar atau tidak. Meskipun tidak boleh suudzon sama suami tetapi boleh kok jaga-jaga kalau-kalau suami diam-diam ngambil ponselnya dan asyik 'dengannya'.
Jadi, jangan lagi biarkan hati anda galau dan wajah anda bermuram durja serta hati menangis pilu ( halah..) saat suami 'lebih memilih' ponsel dibandingkan dengan anda. Ajak bicara pasangan anda dan buatlah kesepakatan. Gampang bukan? Selamat mencoba.
Demikianlah pokok bahasan Artikel ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami Artikel ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari Artikel ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar Artikel ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Belum ada Komentar untuk "Kebanyakan wanita hari ini makin stress. Suami tak bagi perhatian, sibuk dengan hp-nya."
Posting Komentar